Tuesday, April 10, 2012

Makalah Kewarganegaraan


KEMISKINAN SEBAGAI MASALAH SOSIAL
DI INDONESIA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pendidikan Kewarganegaraan
yang dibina oleh Bapak Hendri Purwito

Oleh :
Farendi Abi Rafdi                   110421424531
                                    Muhimmatul Khamidah          110421424583
                                    Ramona Magdalena Luin        110421406582
                                    Sepbriana Putri Windarti         110421406580
                                    Widya Antari                           110421424507








UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
APRIL 2012

 

KATA PENGANTAR

            Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, anugerah, dan petunjuk-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial di Indonesia” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
            Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini sehingga sampai di hadapan pembaca. Pihak-pihak tersebut diantaranya :
1.    Dosen Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembimbing makalah yang banyak memberikan saran.
2.    Orang tua yang senantiasa memberikan doa dan motivasi.
3.    Teman-teman senasib seperjuangan.
Penulis telah berusaha dalam pembuatan makalah ini, meskipun demikian penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada kekurangan. Dengan terselesaikannya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca dan pihak-pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini.







Malang, 11 April 2012


Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………….…………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………...………….ii
BAB I PENDAHULUAN
            1.1 Latar Belakang……………………………………………….….1
            1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….1
            1.3 Manfaat Penelitian………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN
            2.1 Pengertian Sosial………………………………………………..3
            2.2 Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial di Indonesia……………...3
                   2.3 Bentuk Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia
     yang Telah Mengalami Kegagalan………………………………8
            2.4 Alternatif Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di
Indonesia……………………………………………………………12
            2.5 Pengaruh Kemiskinan Terhadap Ketahanan Nasional…………27
BAB III PENUTUP
            3.1 Kesimpulan……………………………………………………..31
            3.2 Saran…………………………………………………………....32
DAFTAR RUJUKAN……………………………………….……………..34










ii





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada di dunia. Indonesia juga mengalami masalah yang terkadang menghambat kemajuan. Salah satu problem yang serius adalah masalah sosial.  Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya. Masalah sosial di Indonesia sangat beragam, mulai dari kemiskinan, pengangguran, sampai kesenjangan sosial, dan berbagai masalah sosial lainnya.
Kemiskinan merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek, seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan,  pekerjaan, dan sebagainya. Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama dari pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini. Melihat kondisi negara Indonesia yang masih memiliki angka kemiskinan yang tinggi, maka pada kesempatan ini, penulis tertarik untuk mengangkat masalah “Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial di Indonesia”.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana ciri-ciri, masalah, dan kondisi serta penyebab kemiskinan di Indonesia?
2.      Bagaimana bentuk program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang telah mengalami kegagalan?
3.      Bagaimana alternatif kebijakan penanggulangan kemiskinan di Indonesia?
4.      Bagaimana pengaruh kemisikinan terhadap pertahanan nasional?

1.3  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah untuk :
a.       Penulis         :         sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari
                              mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
b.      Pihak lain    :         sebagai tambahan referensi pustaka yang
                              berhubungan dengan kemiskinan sebagai masalah
                              sosial di Indonesia dan  pengaruh kemiskinan
                              terhadap ketahanan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sosial
Istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan, dan seterusnya. Istilah sosial juga sering diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan manusia sehingga memunculkan sifat tolong menolong, saling membantu, dan mengalah terhadap orang lain. Sedangkan, pada dunia pendidikan istilah sosial dipakai untuk menyebut salah satu jurusan yang berkaitan dengan segala aktivitas yang berkenaan dengan tindakan hubungan antar manusia.
Dilihat dari sasaran atau tujuannya, istilah sosial berkaitan dengan kemanusiaan. Istilah sosial dapat diasumsikan bahwa pada dasarnya mengarah pada bentuk atau sifatnya yang humanis atau kemanusiaan dalam artian kelompok, mengarah pada hubungan antar manusia sebagai anggota masyarakat atau kemasyarakatan. Sehingga dapat dimaksudkan bahwa sosial merupakan rangkaian norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu masyarakat yang digunakan sebagai acuan dalam berhubungan antar manusia.
Sosial adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat sehingga bersifat abstrak dan berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan. Sosial berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Dengan demikian sosial mencakup lebih dari seorang individu yang terikat pada satu kesatuan interaksi, sehingga terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu dengan lainnya.

2.2 Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial di Indonesia
Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius, tumbuh disetiap dimensi dan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Pemerintah sendiri telah mencanangkan berbagai program pengentasan kemiskinan. Namun kemiskinan tak kunjung usai, justru isu-isu kesenjangan sosial yang semakin marak. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengentaskan masalah ini diperparah dengan diterbitkannya aturan yang melarang orang miskin seperti : larangan mengemis, mengamen dan pekerjaan orang miskin lainnya. Selain itu masih  ditambah dengan aturan memberikan sanksi bagi orang yang memberikan sumbangan kepada orang-orang yang menjalani profesi seperti yang disebutkan di atas. Kebijakan ini bertentangan dengan undang-undang pasal 34 mengenai orang miskin yang berbunyi “fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”.
Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial karena pada era globalisasi ini semakin dalam kesenjangan sosial yang ada di masyarakat yang disebabkan faktor kemiskinan. Di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, banyak orang kaya atau konglomerat tetapi juga banyak tunawisma yang hidup di jalan. Pemerintah belum memberikan tindakan yang jelas dan tegas mengenai permasalahan sosial ini. Isu-isu politik menjadi sangat penting bagi pemerintah saat ini dibandingkan dengan mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan sering kali dikategorikan dalam permasalahan ekonomi terutama pendapatan. Namun pada kenyataannya masalah kemiskinan mencakup hal-hal yang lebih luas. Kemiskinan mencakup pula sikap ketidakberdayaan, pasrah, dan keterbatasan yang tidak tercover dalam ekonomi. Pelayanan sosial seperti pendidikan, pembangunan jalan, jaminan kesehatan, air minum, memiliki pengaruh besar dalam mengentaskan kemiskinan.
2.2.1 Ciri-ciri Kemiskinan                                                                             
Apabila kita amati, mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti : tanah yang cukup, modal dan keterampilan.
b.      Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
c.       Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD atau SLTP.
d.      Waktu mereka tersita untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar.
e.       Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan
f.       Kebanyakan dari mereka yang hidup di kota, masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan yang mumpuni dan pendidikan yang layak untuk bersaing di kota. Sehingga banyak dari mereka bekerja sebagai buruh kasar, pedagang musiman, tukang becak, pembantu rumah tangga. Beberapa dari mereka bahkan menjadi pengangguran atau gelandangan.

2.2.2 Masalah Kemiskinan                                                                           Kemiskinan merupakan fenomena sosiologi yang tidak lepas dari pemandangan suatu negara. Berbanding terbalik dengan negara-negara yang sudah maju dan modern, hampir di setiap negara, kemiskinan terpusat di kota-kota tertentu biasanya pedesaan atau daerah terpencil. Persoalan kemiskinan selalu berkaitan dengan masalah-masalah lain seperti lingkungan dan pendidikan. Beban kemiskinan paling besar terletak pada kelompok tertentu. Kaum wanita pada umumnya menanggung beban dan  kerugian yang lebih besar dari kaum pria dalam keluarga yang tergolong miskin. Demikian pula dengan anak-anak, mereka menderita kualitas hidup akibat kekurangan gizi, masa depan yang suram akibat tidak bisa menikmati pendidikan dan memperoleh keterampilan. Selain itu, kemiskinan sering timbul pada kelompok minoritas tertentu.                       Ada 3 masalah utama mengenai kemiskinan di Indonesia, antara lain:
1.      Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan
Hal ini berkaitan dengan rendahnya daya beli, tersedianya pangan yang tidak merata, dan kurangnya dukungan pemerintah bagi petani untuk memproduksi beras, namun masyarakat Indonesia sangat tergantung pada beras. Permasalahan kecukupan pangan terlihat dari rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya gizi bayi, anak balita, dan ibu.
2.      Terbatasnya dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan
Hal ini mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh dan kesehatan masyarakat miskin untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh dan berkembang, dan rendahnya kesehatan para ibu. Salah satu indikator dari terbatasnya akses layanan kesehatan adalah angka kematian bayi. Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) menunjukan bahwa angka kematian bayi pada kelompok pengeluaran terendah masih di atas 50 per 1.000 kelahiran hidup.
3.      Terbatasnya dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan
Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan, terbatasnya kesediaan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah guru bermutu di daerah, dan terbatasnya jumlah sekolah yang layak untuk proses belajar-mengajar. Pendidikan formal belum dapat menjangkau secara merata seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadi perbedaan antara penduduk kaya dan penduduk miskin dalam masalah pendidikan.

2.2.3 Kondisi Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Masyarakat miskin membutuhkan pengakuan bahwa keadaan miskin adalah suatu keterpaksaan sehingga pemerintah diwajibkan untuk membantu mengentaskan kemiskinan. Menurut Baswir ada dua bentuk kemiskinan yaitu :
a.       Kemiskinan absolut adalah kemiskinan dimana orang-orang miskin tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan primernya.
b.      Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat dari perbandingan pendapatan seseorang dengan pendapatan seseorang yang lain dalam suatu wilayah tertentu.
Menurut Nurkse dalam bukunya “Lingkaran Setan Kemiskinan” menyebutkan kemiskinan memiliki enam unsur :
a.       keterbelakangan
b.      kekurangan modal
c.       investasi rendah
d.      tabungan rendah
e.       pendapatan rendah
f.       produksi rendah



2.2.4 Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan pada dasarnya bukan hanya permasalahan di bidang ekonomi, tetapi kemiskinan merupakan permasalahan multidimensional. Kebijakan ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan masyarakat dapat menjadi penyebab kemiskinan. Akibatnya mereka terpaksa hidup dalam kekurangan dan berada di bawah standar kehidupan yang layak. Situasi seperti ini bila tidak segera diatasi akan memperparah kondisi masyarakat miskin. Kemiskinan dapat mengakibatkan maraknya tindak kriminal akibat jalan pintas yang mereka tempuh dalam mempertahankan hidup yang juga merupakan bentuk ketidakpuasan atas kebijakan yang ada.
Ada beberapa faktor lain yang menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi miskin, antara lain:
1.      Kurang tersedianya sarana yang dapat dipakai keluarga miskin secara layak, seperti: puskesmas, sekolah, tanah yang dapat dikelola untuk bertani.
2.       Kurangnya dukungan pemerintah sehingga keluarga miskin tidak dapat menjalani dan mendapatkan haknya atas pendidikan dan kesehatan yang layak dikarenakan biaya yang tinggi.
3.      Rendahnya minat masyarakat miskin untuk berjuang mencapai haknya karena mereka kurang mendapat pengetahuan mengenai pentingnya memliki pendidikan tinggi dan kesehatan yang baik.
4.      Kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan keahlian agar masyarakat miskin dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan yang layak.
5.      Wilayah Indonesia yang sangat luas sehingga sulit bagi pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah dengan perhatian yang sama. Hal ini menyebabkan terjadi perbedaan masalah kesehatan, mutu pangan dan pendidikan antara wilayah perkotaan dengan wilayah yang tertinggal jauh dari perkotaan.

2.3 Bentuk Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia yang Telah Mengalami Kegagalan
          Beragam program telah dilakukan pemerintah melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi selama ini. Bahkan kegiatan-kegiatan ini dibiayai secara spesifik oleh pemerintah. Program penanggulangan kemiskinan model pemberdayaan yang telah  dilakukan masih jauh dari upaya penyelesaian pemutusan mata rantai kemiskinan. Berikut program penanggulangan kemiskinan yang banyak mengalami kegagalan dalam upaya penanggulangan kemiskinan :
a.    Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE)
          Program ini menggambarkan :
·      Program PDM-DKE masih mengedepankan tekstualitas (acuan-acuan atau pedoman) secara kaku sehingga kesan top-down masih sangat mencolok dan kurang aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh : pada aplikasi proporsi kegiatan fisik yang lebih besar daripada kegiatan ekonomi. Sementara jika mengacu pada pedoman kegiatan, maka proporsi yang ditentukan adalah 60% untuk ekonomi dan 40% untuk sarana fisik.
·      Aspek kebijakan pemerintah yang mengutamakan pemerataan dalam mengalokasikan dana yang berakibat pada jumlah dana yang masuk ke desa relatif sedikit (rata-rata per desa 25 – 30 juta). Selain itu, terlalu banyak desa yang ditangani sehingga kurang efisien dalam pengelolaannya.
·      Aspek waktu pelaksanaan yang relatif pendek menyebabkan program PDM-DKE terkesan tergesa-gesa dan berakibat pada kurang maksimalnya proses kegiatan yang harus dilalui (tidak lebih dari 6 bulan).
·      Rendahnya pemahaman tentang maksud dan tujuan program dari pelaksana di tingkat lapangan sehingga program yang mementingkan partisipasi dan demokratis dalam menentukan keputusan, tidak dapat berjalan sempurna. Di samping itu, rendahnya komitmen dari para pelaksana program, utamanya mereka yang berada di lapangan.
·      Pada program PDM-DKE tahun 2000, masih menunjukkan terjadinya gap antara perangkat desa dengan pengelola tingkat desa. Gap tersebut terjadi karena adanya pemahaman yang keliru dan kesan bahwa perangkat desa tidak boleh terlibat secara langsung dalam mengelola dana PDM-DKE. Sebagai akibatnya terdapat keengganan bagi perangkat utamanya kepala desa untuk mengurusi dana tersebut.
·      Untuk kegiatan secara fisik. Kegiatan yang diusulkan sangat beragam dan dalam skala yang kecil. Model kegiatan yang dilakukan dalam skala kecil dan sangat bervariasi ini mempunyai kelemahan, yakni menyulitkan untuk melakukan monitoring dan hasil yang dicapai kurang bisa terlihat. Kondisi tersebut diperparah dengan jumlah yang turun ke desa sangat minim.
·      Untuk kegiatan ekonomi. Pinjaman modal yang bergulir di masyarakat mempunyai respon yang sangat tinggi sehingga jumlah nasabah yang bermaksud untuk mengajukan dana  pinjaman modal bergulir sangat besar sehingga jumlah dana yang diterima oleh masing-masing peminjam relatif sangat kecil.
·      Program PDM-DKE merupakan proyek pemerintah tahun 1998 mrnggunakan aspek pemberdayaan masyarakat dalam menjalankan kegiatannya.
·      Permohonan kredit pada program PDM-DKE yang tidak mempergunakan prinsip-prinsip perbankan pada umumnya memyebabkan para peminjam menganggap remeh dan tidak serius dalam mengembalikan pinjaman.
b.    Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT)
        P3DT merupakan program pengembangan sarana fisik yang menggunakan pola pendekatan partisipatif dalam pelaksanaannya. Secara konseptual, masyarakat diberikan keleluasaan untuk menentukan jenis kegiatan apa saja yang sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat. Fokus dari program ini adalah pengembangan sarana transportasi. Program ini belum secara optimal menunjukkan keberhasilannya. Hal ini terlihat dari :
·       Peran konsultan atau pendamping terlalu dominan sehingga proses pemberdayaan yang seharusnya menjadi acuan dan warna dari program ini tidak tampak.
·      Akibat konsultan pendamping cenderung mendominasi pelaksanaan di lapangan dan karena pada umumnya mereka adalah teknisi, maka belum nampak upaya-upaya pemberdayaan terhadap masyarakat dan LKMD.
·      Terjadinya manipulasi misalnya : mengenai rencana anggaran dana atau biaya yang dibuat secara fiktif.
·      Secara administratif desa belum menampakkan kemampuan pengelolaan pembukuan yang baik. Ini tampak pada kurang transparannya berbagai pengeluaran pembangunan yang dilakukan oleh desa dan cenderung tidak karuan.
·      Waktu pelaksanaan program yang tidak cukup singkat menjadikan kendala bagi pelaksana untuk melakukan kegiatan secara sempurna sesuai dengan tujuan dan sarana program.
c.       Program Pendukung Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD)
Program ini dirancang berkaitan dengan adanya gejala kemerosotan taraf hidup masyarakat akibat krisis ekonomi sepanjang tahun 1998 dan tahun-tahun berikutnya. P2MPD melakukan upaya pengentasan dengan mengadakan atau memperbaiki 7 macam fasilitas fisik menjadi sasaran, yakni pengadaan dan perbaikan tambahan perahu, pasar desa, pengerasan jalan, saluran irigasi, drainise, jembatan desa  dan MCK. Program ini jangka waktunya terlau pendek jika menerapkan pemberdayaan dan partisipasi yang akan terkesan terburu waktu.  Seharusnya sebelum program ini diluncurkan telah ada sebuah perencanaan yang jelas tentang pembangunan sarana desa yang benar-benar skala prioritas tinggi untuk kebutuhan masyarakat.

d.   Program Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (GERDU TASKIN)
Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu Taskin) merupakan salah satu program pemberdayaan dan berorientasi kepada pengentasan kemiskinan dengan pendekatan “tri daya” yaitu : bina manusia, bina usaha dan bina lingkungan. Banyak hal yang perlu dievaluasi agar misi Gerdu Taskin yang ingin mewujudkan kemandirian bagi orang miskin dengan tiga pendekatannya tersebut betul-betul bisa tercapai secara maksimal dan tepat sasaran, antara lain :
1.      Pemberdayaan manusia yang berorientasi kepada upaya peningkatan SDM masyarakat miskin melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan keterampilan dan pelatihan manajemen kelompok kurang bisa ditangkap oleh masyarakat, karena pelatihan yang dilakukan cenderung formalitas dan tekstual.
2.      Pemberdayaan usaha yang hanya memberikan bantuan dana kepada kelompok miskin bersifat setengah-setengah. Tujuan dari pendekatan ini adalah pengembangan ekonomi produktif dan peningkatan pendapatan kelompok miskin. Tujuan yang besar seperti itu tidak bisa diwujudkan hanya dengan memberikan bantuan kepada mereka tanpa dibarengi dengan upaya-upaya lain. Mereka tidak berdaya dari sisi usaha bukan saja karena aspek permodalan belaka, tetapi masih banyak aspek yang membuat mereka tidak berdaya seperti aspek pasar, informasi produk, pengembangan dan peningkaatan kualitas produk.
3.      Pemberdayaan lingkungan yang meliputi berbagai bentuk kegiatan seperti identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana sosial ekonomi, kebutuhan dasar di bidang pendidikan, kesehatan dan fisik lingkungan juga belum membuahkan hasil menggembirakan. Misalnya saja, pola pembangunan yang sepotong-potong tidak akan bisa memberdayakan masyarakat dari keterpurukan karena mereka jatuh miskin jyga karena berbagai macam hal.
e.    Program Pengembangan Kecamatan (PPK)
Tujuan dai PPK adalah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dengan cara mengembangkan kemandirian masyarakat, namun realitanya tidak seluruhnya bisa menyentuh kelompok masyarakat miskin. Hal ini tampak pada saat sosialisasi yang tidak menyeluruh.
Pada musyawarah desa, dari penggalian gagasan kelompok dan dusun hingga musyawarah desa kedua, masih banyak kelompok masyarakat yang kurang menyampaikan gagasan dan permasalahan desa, hal ini disebabkan kurang aktifnya fasilitator kecamatan dalam menerapkan metode-metode yang tepat untuk penggalian gagasan.
Prinsip dari PPK adalah keberpihakan pada orang miskin, transparansi, partisipasi, desentralisasi dan kompetisi. Namun dalam realitanya pada saat penyaluran dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) masih kurang transparan dimana penerima kredit masih berdasarkan relasi terdekat sehingga kurang transparansi dalam pemberian kredit pada anggota SPP.
Kegiatan program PPK untuk kegiatan Unit Ekonomi Produktif (UEP) dan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) tidak dibarengi dengan kegiatan pembinaan manajemen usaha, yang pada akhirnya penggunaan dana kredit bersifat konsumtif, tidak bersifat produktif dan juga masih mengambil kredit di “bank clurut” yang membuat mereka terjerat hutang.

2.4 Alternatif Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia
Program penanggulangan kemiskinan dengan model pemberdayaan merupakan program yang berpedoman pada pusat. Model pemberdayaan dapat membentuk masyarakat menjadi lebih berdaya secara informasi, masyarakat miskin turut terlibat dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan, dan terdapat perubahan perilaku untuk menanggulangi kemiskinan serta adanya keterlibatan komponen masyarakat dalam pembangunan desa. Begitu juga program dari pusat yang bersifat langsung untuk masyarakat miskin tersebut yang bertujuan untuk membantu secara langsung dan bersifat jangka pendek. Penerapan program pusat baik berupa model pemberdayaan dan model secara langsung tentunya memiliki permasalahan-permasalahan di atas.
Output yang diperoleh dalam pelaksanaan program tidak memberikan perubahan dengan cepat untuk mengurangi kemiskinan. Hal itu disebabkan pokok permasalahan kemiskinan sangat kompleks dari segi material maupun non material. Kemiskinan dari segi material meliputi kemiskinan sandang, papan, pangan. Kemiskinan non material meliputi semangat dan etos kerja rendah, kurang akses informasi, kualitas sumber daya manusia yang rendah dan lainnya. Permasalahan kemiskinan bersifat mendasar dan kompleks sehingga tiap daerah memiliki pokok permasalahan yang berbeda. Latar belakang tersebut sebagian landasan bahwa yang lebih mengetahui kemiskinan di daerah adalah pemerintah daerahnya masing-masing.

No comments: